Cara Mengganti Gambar Background Blog di Blogger/Blogspot

Senin, 13 Februari 2012

sejarah masuknya islam di kabupaten dompu

SEJARAH MASJID `SYEKH ABDUL GANI` DOMPU…
29 September 2009
MASJID `SYEKH ABDUL GANI` DOMP U RIWAYATMU DULU…….
(Oleh : H.RM.Agus Suryanto – Humas Dompu)
Selain barang-barang peninggalan masa prasejarah ternyata di Dompu banyak terdapat pula beberapa peninggalan atau bangunan kuno lainya meskipun saat ini hanya tinggal sisa-sisa kenangan dan hanya sebatas cerita nostalgia. Namun demikian hal itu membuktikan bahwa Dompu pernah berjaya bahkan sempat mencapai puncak jaman keemasan di masa lampau.
Hampir 99 porsen masyarakat Dompu saat ini memeluk Agama Islam dan sisanya beragama Non Muslim. Sejarah juga mencatat bahwa Dompu ternyata sangat besar andilnya khususnya dalam upaya masuknya agama Islam di Nusantara khususnya diwilayah pulau Sumbawa lebih-lebih di daerah Dompu itu sendiri. Bahkan bukti-bukti penyebaran Islam di dompu banyak terdapat di daerah ini seperti adanya makam para ulama yang dulu pernah membawa dan menyebarkan ajaran Islam di wilayah Dompu seperti misalnya,adanya makam “Waru Kali” yang terdapat di kelurahan kandai I Kecamatan Dompu. Oleh masyarakat setempat kuburan kuno tersebut di yakini sebagai makam atau kuburan seorang ulama besar yang berasal dari pulau Sumatera yakni Syekh Hasanuddin. Kemudian ada juga Makam mubalig atau ulama besar lainya yakni makam Syekh Abdul Salam yang berada di Raba Laju Kelurahan Potu Dompu. Selain dua ulama itu di Dompu konon juga dating beberapa ulama dan mubalig besar yang berjasa menyebarkan Islam di Dompu seperti Syekh Umar, Syekh Bantam dari Madiun Jawa Timur, dan juga Syekh Abdullah dari Makasar.
Sejarah juga mencatat bahwa,pengaruh Islam masuk di Dompu sekitar tahun 1628 bahkan pengaruh Islam secara kecil-kecilan sudah mulai masuk di Dompu sekitar tahun 1528, artinya Islam mulai masuk di Dompu sekitar abad ke-16. Selain bangunan makam atau kuburan ulama,di Dompu ternyata juga ada peninggalan bangunan kuno berupa Masjid. Masjid yang paling terkenal dulu bernama Masjid “Syekh Abdul Gani”. Menurut salah seorang tokoh masyarakat yang juga sebagai pemerhati budaya di Dompu H.Muhammad Yahya (71) kepada penulis di kediamannya di Kelurahan Potu Dompu menuturkan, Masjid Syekh Abdul gani tersebut sebenarnya sudah ada sejak jamannya Sultan Abdullah (1871-1882) ayah kandung dari Sultan Dompu yang ke-20 yakni Sultan Muhammad Siradjuddin (Manuru Kupa). Konon masjid tersebut berada atau terletak di dekat bangunan komplek Istana kesultanan Dompu yang saat itu berada di lokasi Masjid Agung Baiturahman (Masjid Raya Dompu). Sayang masjid Syekh Abdul Gani yang juga dikenal dengan nama Masjid Istana tersebut kini lokasinya sudah berdiri bangunan Kantor pemerintah kelurahan Karijawa Kecamatan dompu.
Menurut H.Muhammad Yahya, masjid peninggalan kesultanan tersebut konon ada kaitanya dengan nama besar seorang ulama dan mubalig kondang yakni Syekh Abdul Gani. Bagi masyarakat Dompu nama Syekh Abdul Gani merupakan seorang ulama besar yang sangat berjasa menyebarkan Islam di daerah ini bahkan di pulau Lombok dan Sumbawa serta Bima,Syekh Abdul Gani dikenal sebagai ulama besar yang berjasa membawa Islam di wilayah NTB bahkan di Nusantara. Syekh Abdul Gani konon pernah bersama dengan tokoh pendiri NU (Nahdlatul Ulama) sama-sama menimba ilmu agama Islama di tanah suci Makkah Al-Mukarrohmah,bahkan syekh Abdul Gani merupakan salah seorang Imam masjid di Masjidil Harram di Makkah.
H.Muhammad Yahya juga menuturkan, bangunan Masjid Syekh Abdul Gani di bongkar sekitar tahun 1950-an. Sedangkan bangunan Istana Kesultanan Dompu di bongkar pada saat Jepang masuk di Dompu sekitar tahun 1941. Lokasi atau tempat bangunan Istana Kesultanan Dompu kini sudah berdiri sebuah masjid yakni Masjid Agung Baiturahman Dompu (Masjid Raya Dompu).
Meskipun Masjid Syekh Abdul Gani kini hanya tinggal nama,tetapi di Dompu juga masih ada peninggalan sisa jaman keemasan Islam di daerah ini, bangunan tersebut yakni Masjid Al-Mansyur (Syekh Mansyur). Masjid tersebut terletak di kampung Magenda Kelurahan Potu Kecamatan Dompu. Menurut H.Muhammad Yahya, masjid tersebut dulu hanya sebuah bangunan Mushola dan di bangun oleh Syekh Mansyur. Siapakah sosok ulama besar bernama Syekh Mansyur tersebut? H.Muhammad Yahya salah seorang tokoh sepuh yang tinggal di kelurahan Potu Dompu ini menjelaskan bahwa, Syekh mansyur adalah keturunan atau anak dari Syekh Abdul Gani. ” Masjid ini sudah mengalami perombakan (rehab) sebanyak 4 kali,dan sekarang Masjid tersebut di rehab atau diperbaiki kembali oleh Pak bupati Dompu H.Abubakar Ahmad,” kata tokoh sepuh yang masih cukup energik ini, di kediamanya di Kelurahan Potu Dompu.
Almarhum Syekh Mansyur dikenal sebagai seorang ulama dan mubalig yang cukup kharismatik sama persis almarhum ayahandanya yakni Syekh Abdul Gani. Di kampung Magenda inilah konon Syekh Mansyur melakukan pusat berdakwah sekaligus menjadikan kampung Magenda sebagai pusat kegiatan Islam di dompu. Setelah syekh mansyur wafat,sebenarnya almarhum hendak dimakamkan di wilayah “SO JA`DO” sekarang masuk dalam wilayah Kelurahan Bali I Dompu. Namun karena banyak pertimbangan oleh para tokoh-tokoh masyarakat saat itu,akhirnya almarhum di kuburkan berdekatan dengan masjid yang didirikannya itu (Masjid Al-Mansyur/Masjid Syekh Mansyur).
Masjid yang sudah mengalami perombakan selama empat kali itu,kini kondisinya cukup bagus dan merupakan bangunan permanen,apalagi setelah Bupati Dompu saat itu H.Abubakar Ahmad,SH turun tangan dengan memberikan bantuan untuk merehab Total bangunan yang bernilai sejarah tinggi tersebut.(*).
Ditulis dalam Sejarah | Tinggalkan sebuah Komentar »

MENYUSURI JEJAK – JEJAK SEJARAH DOMPU…
29 September 2009
MENYUSURI JEJAK SEJARAH DOMPU MASA LAMPAU
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri.
Seperti halnya Lombok, Sumbawa, dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan.
Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur.
Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil.
Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
Menurut cerita rakyat setempat, di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula.
Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula. Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama.
Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu.
Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu.
Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan
Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.
Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima.
Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda.
Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.
LETUSAN TAMBORA
Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu.
Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru.
Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya.
Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
LETUSAN TAMBORA, SEBUAH MISTERI LAHIRNYA DOMPU BARU
Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.
Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.
Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.
Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”. Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.
Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”. Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.
Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.
Kesultanan Dompu.
Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny. Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.
Kerajaan Sanggar.
Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.
Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.
Kerajaan Tambora.
Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.
Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu.
Kerajaan Papekat (Pekat).
Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.
Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.
Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004 ditetapkan bahwa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu. (*).
Ditulis dalam Sejarah | Tinggalkan sebuah Komentar »

ASAL USUL NAMA GUNUNG TAMBORA
17 September 2009
ASAL muasal nama Tambora (GUNUNG TAMBORA) menurut cerita turun temurun ada dua versi, yaitu: Pertama, berasal dari kata lakambore dari bahasa Mbojo (Dompu/Bima) yang berarti mau ke mana, untuk menanyakan tujuan bepergian kepada seseorang. Kedua, dari kata ta dan mbora, dari bahasa Bima, kata “ta” yang berarti mengajak, dan kata “mbora” yang berarti menghilang, sehingga arti kata Tambora secara keseluruhan yaitu mengajak menghilang.
Ini berasal dari cerita turun temurun, dahulu ada seseorang sakti yang pertama kali ke gunung tersebut (sekarang Gunung Tambora), bertapa dan tidak diketemukan lagi karena telah menghilang di gunung tersebut. Kalau istilah bahasa Jawa-nya moksa, yaitu menghilang jasadnya secara tiba-tiba dan bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan dalam melihat roh halus. Kemudian orang sakti yang menghilang tersebut pernah menampakkan diri di sebuah pulau yang terletak di sebelah barat laut Pulau Sumbawa juga dapat terlihat dari puncak Gunung Tambora.
Maka pulau tersebut dinamai Pulau Satonda dari kata tonda yang berarti tanda/jejak kaki. Pulau tersebut dapat dilihat dari puncak Gunung Tambora, tampak dari atas berbentuk telapak kaki kanan manusia. Pulau Satonda sangat indah dengan pemandangannya yang masih alami, di tengah-tengah pulau tersebut terdapat danau yang jernih dan dikelilingi oleh tebing-tebing dari perbukitan yang masih alami. Diduga danau di Pulau Satonda tersebut mempunyai terowongan dari gua bawah laut menyambung dengan laut. Pulau Satonda dengan ketinggian antara 0 sampai 300 mdpl merupakan taman rekreasi (recreation park) dengan wilayah seluas 1.000 Ha mempunyai ciri-cirinya yang unik.
Sekarang pulau tersebut telah menjadi kawasan yang dilindungi (strict nature reserve). Pulau Satonda sangat baik untuk menjadi tempat untuk mempelajari hutan, karena hutan di pulau tersebut hancur akibat letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan yang baru dan hanya ditemukan di Danau Satonda saja. Pulau tersebut menjadi habitat sejumlah besar jenis-jenis burung yang dilindungi. Kesemua keindahan alam yang menjadi satu kesatuan menciptakan suatu fenomena indah, unik. Pesona alam di Gunung Tambora makin menambah keelokan panorama alam Indonesia. Kita semua wajib untuk mengenali dan melestarikannya. Alam Indonesia menjadi obyek penelitian yang sangat menarik oleh para ilmuwan.(*).
Ditulis dalam Sejarah | Tinggalkan sebuah Komentar »

MENGAPA TANGGAL 11 APRIL DITETAPKAN SEBAGAI HARI JADI DOMPU?
17 September 2009
BERBICARA SOAL SEJARAH LAHIRNYA SEBUAH DAERAH, ADALAH SESUATU YANG MENARIK. DEMIKIAN PULA SEJARAH LAHIRNYA HARI JADI DOMPU, SUDAH SERING DIBICARAKAN OLEH BERBAGAI KALANGAN, BAIK MELALUI RAPAT, SEMINAR, DISKUSI MAUPUN LEWAT MEDIA MASA.
PENETAPAN HARI JADI DOMPU DIMULAI SEJAK PEMERINTAHAN BUPATI DOMPU DRS. H. UMAR YUSUF, MSc SEJAK TAHUN 1989 / 1994 HINGGA PERIODE PERTAMA PEMERINTAHAN BUPATI DOMPU H.ABUBAKAR AHMAD, SH TAHUN 2000 – 2005.
1. PERIODE PEMERINTAHAN BUPATI DOMPU DRS. H. UMAR YUSUF. M.Sc (1989 – 1994).
PADA PERIODE TERSEBUT SUDAH MULAI DIBICARAKAN SECARA SERIUS TENTANG PERLUNYA MENCARI DAN MENETAPKAN HARI JADI DOMPU. MAKA BERBAGAI PIHAK TELAH MENYEPAKATI DAN MENETAPKAN TANGGAL 12 SEPTEMBER 194
7 SEBAGAI HARI JADI DOMPU. KESEPAKATAN DAN PENETAPAN TERSEBUT, BERDASARKAN SUATU PENILAIAN, BAHWA TANGGAL 12 SEPTEMBER 1947 MERUPAKAN SAAT PENGANGKATAN SULTAN DOMPU TERAKHIR, YAITU SULTAN M. TAJUL ARIFIN SIRAJUDDIN, SEBAGAI KEPALA DAERAH SWAPRAJA, OLEH BERBAGAI KALANGAN DAPAT DIPANDANG SEBAGAI TONGGAK SEJARAH, NAMUN MASIH DIPERDEBATKAN OLEH BANYAK PIHAK, WALAUPUN SUDAH SEMPAT DIPERINGATI UNTUK PERTAMA KALINYA PADA TANGGAL
12 SEPTEMBER 1993,NAMUN PENETAPAN HARI JADI DOMPU TANGGAL 12 SEPTEMBER 1947 MENTAH KEMBALI.
2. PERIODE I PEMERINTAHAN BUPATI DOMPU H. ABUBAKAR AHMAD, SH (2000 – 2005).
PADA PERIODE INI PENELUSURAN, DAN PEMBAHASAN HARI JADI DOMPU DIUNGKAP KEMBALI. PADA HARI RABU TANGGAL 15 AGUSTUS 2001 DI GEDUNG SAMA NGAWA DOMPU DIADAKAN SEMINAR SEHARI DIIKUTI OLEH BERBAGAI KALANGAN MASAYARAKAT (BIROKRAT, TOMAS, TOGA, TOKOH PEMUDA ) BAIK YANG ADA DI DOMPU MAUPUN YANG ADA DILUAR DOMPU DENGAN TUJUAN MENCARI, MENELUSURI , MERUMUSKAN DAN MENETAPKAN HARI JADI DOMPU.
MELALUI KEPUTUSAN BUPATI DOMPU NOMOR 172 TAHUN 2001 MEMBENTUK TIM PERUMUS HARI JADI DOMPU. TIM BEKERJA DENGAN MENGGALI BERBAGAI DOKUMEN DAN MENDENGARKAN BERBAGAI INFORMASI, TELAH MERUMUSKAN DAN MENETAPKAN HARI JADI DOMPU, PADA HARI JUM’AT TANGGAL 24 SEPTEMBER 1545 ATAU BERTEPATAN DENGAN TANGGAL 8 RAJAB 952 H. ADAPUN YANG MENJADI DASAR PEMIKIRAN TIM PERUMUS PADA SAAT ITU YAKNI, BAHWA PADA TANGGAL TERSEBUT BERTEPATAN DENGAN PELANTIKAN SULTAN DOMPU PERTAMA, YAKNI SULTAN SYAMSUDDIN PADA TAHUN 1545.
DI TENGAH PERJALANAN, USULAN HARI JADI DOMPU YANG JATUH PADA TANGGAL 24 SEPTEMBER 1545 TERSEBUT MASIH MENJADI PERDEBATAN DARI BERBAGAI PIHAK. AKHIRNYA BUPATI DOMPU SAAT ITU MEMUTUSKAN UNTUK MENUNDA PENETAPAN HARI JADI DOMPU SAMBIL MENUNGGU DAN MENCARI DATA YANG LEBIH AKURAT LAGI.
SETELAH BEBERAPA WAKTU SOAL PENETAPAN HARI JADI DOMPU TIDAK DI BAHAS, DATANG USULAN DAN MASUKAN DARI BERBAGAI KALANGAN MASYARAKAT DOMPU BERUPA KONSEP ATAU NASKAH SEBAGAI BAHAN ACUAN UNTUK MENCARI DAN MENETAPKAN HARI JADI DOMPU.
1. KONSEP M. EL. HAYYAT ONG (H.MUHAMMAD YAHYA)
MENGUSULKAN TANGGAL 22 JANUARI SEBAGAI HARI JADI DOMPU, KARENA PADA TANGGAL TERSEBUT BERTEPATAN DENGAN PEMINDAHAN KERANGKA JENAZAH SULTAN MUHAMMAD SIRAJUDDIN ( SULTAN MANURU KUPA ) DARI KUPANG NTT KE KABUPATEN DOMPU .
2. KONSEP H.M. DJAFAR AHMAD.
MENGUSULKAN TANGGAL 12 SEPTEMBER 1545 DAN TANGGAL 12 SEPTEMBER 1947, DASAR PEMIKIRAN USULAN TERSEBUT YAKNI BERTEPATAN DENGAN RESIDEN TIMUR DAN DAERAH TAKLUKANNYA MENETAPKAN DOMPU BERPEMERINTAHAN SENDIRI SEBAGAI ZELFBESTUR, SEDANGKAN TAHUN 1545 DILANTIKNYA SULTAN SYAMSUDDIN SEBAGAI SULTAN PERTAMA DOMPU.
3. KONSEP DRS. M. ILYAS SALMAN DAN KAWAN-KAWAN.
TIM INI TIDAK MENETAPKAN TANGGAL, BULAN DAN TAHUN, MELAINKAN HANYA MENGUTARAKAN BEBERAPA KEJADIAN / PERISTIWA SEJARAH PENTING SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK DIPILIH SEBAGAI HARI JADI DOMPU YAITU :
A. TAHUN 1360 PENGUCAPAN SUMPAH PALAPA OLEH GAJAH MADA YANG MEMPERSATUKAN SEMUA WILAYAH NUSANTARA DIBAWAH KEKUASAAN KERAJAAN MAJAPAHIT.
B. TANGGAL 5 MEI 1667 PENANDATANGANAN PERJANJIAN BONGAYA ANTARA SULTAN GOA, YAITU SULTAN HASANUDDIN DENGAN VOC, BAHWA MAKASAR HARUS MELEPASKAN KEKUASAAN POLITIKNYA TERHADAP PULAU SUMBAWA TERMASUK DOMPU
C. TANGGAL 10 0KTOBER 1674, SURAT RESMI PERTAMA RAJA DOMPU KEPADA JENDERAL VOC DI BATAVIA, MEMUAT KUNJUNGAN RESMI KAPTEN MAROS SEBAGAI UTUSAN VOC.
D. TANGGAL 22 JULI 1675 KONTRAK ANTARA KERAJAAN SUMBAWA,DOMPU DAN TAMBORA TENTANG BATAS WILAYAH.
E. TANGGAL 30 SEPTEMBER 1748, PENANDATANGANAN KONTRAK PERBATASAN ANTARA KERAJAAN DOMPU DAN TAMBORA;
F. TANGGAL 9 JULI 1792, PERJANJIAN POLITIK KONTRAK ADAT, ANTARA RAKYAT DAN RAJA TENTANG KEWAJIBAN DAN HAK KEDUA BELAH PIHAK;
G. TANGGAL 27 DESEMBER 1822, MUNCUL RESOLUSI RESMI YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA YANG MEMUAT PENGATURAN BAHWA RAJA DOMPU MEMILIKI KEKUASAAN DI SAMPING SULTAN BIMA.
BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN TAMPAKNYA PENGUNGKAPAN HARI JADI DOMPU YANG BELUM RAMPUNG ITUPUN, SEPERTINYA MENJADI TANGGUNG JAWAB BAGI PEMERINTAHAN H. ABUBAKAR AHMAD SAAT ITU.
AKHIRNYA BUPATI DOMPU MEMPUNYAI GAGASAN UNTUK MEMINTA BANTUAN KEPADA SALAH SEORANG AHLI SEJARAH NASIONAL ASAL DOMPU YANG TINGGAL DI BANDUNG, YAKNI PROF. DR. HELYUS SYAMSUDDIN, PHD (GURU BESAR PADA IKIP BANDUNG).
PROF. DR. HELYUS SYAMSUDDIN, HADIR KE DOMPU SEKALIGUS DI GELAR KEGIATAN SEMINAR BERSAMA TIM PERUMUS HARI JADI DOMPU YANG SAAT ITU DIPIMPIN KETUA KOMISI `E` DPRD DOMPU H. YUSUF DJAMALUDDIN, MEMBAHAS SOAL PENETAPAN HARI JADI DOMPU DI GEDUNG DPRD DOMPU PADA HARI JUM’AT TANGGAL 18 JUNI 2004.
MELALUI SEMINAR YANG DIHADIRI OLEH BUPATI DOMPU DAN SEJUMLAH TOGA, TOMA, TOKOH PEMUDA, TOKOH WANITA SERTA DARI BERBAGAI KOMPONEN MASYARAKAT. SETELAH MELALUI PEMBAHASAN YANG CUKUP PANJANG AKHIRNYA PADA HARI SABTU TANGGAL 19 JUNI 2004, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DOMPU MENYETUJUI PENETAPAN HARI JADI DOMPU JATUH PADA HARI SELASA TANGGAL 11 APRIL 1815 ATAU BERTEPATAN DENGAN TAHUN ISLAM YAKNI, 1 JUMADIL AWAL 1230 H.
KEPUTUSAN TERSEBUT SELANJUTNYA DITUANGKAN DALAM PERATURAN DAERAH (PERDA) NOMOR 18 TANGGAL 19 JUNI 2004.
DALAM MAKALAHNYA YANG BERJUDUL ”HARI JADI DAERAH DOMPU SEBUAH USUL ALTERNATIF” DIPAPARKAN ANTARA LAIN BAHWA, ADA ILUSTRASI SEJARAH INDONESIA, MUNGKIN BERMANFAAT UNTUK DITAMBAHKAN BAHWA PERISTIWA BENCANA ALAM, POLITIK ATAU PEPERANGAN DAPAT SAJA DIJADIKAN PATOKAN-PATOKAN SEJARAH YANG AMAT PENTING. DALAM SEJARAH INDONESIA DI JAWA MISALNYA, MALAPETAKA YANG DITIMBULKAN OLEH LETUSAN DAHSYAT GUNUNG MERAPI DI JAWA TENGAH, TELAH MEMAKSA PUSAT PEMERINTAHAN MATARAM KUNO (HINDU) PINDAH DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR PADA SEKITAR ABAD KE-10.
ANALOGI DENGAN ITU, KETIKA MENGGAMBARKAN MALAPETA YANG MENIMPA DAERAH DOMPU – BIMA MENGUTIP TULISAN J.OLIVIER (1816), BAHWA KETERANGAN TERAKHIR MEMBERIKAN KUNCI KEPADA KITA, BAHWA MENGAPA ISTANA DOMPU YANG DAHULU, SEMULA BERADA DI BATA (ISTANA DORO BATA)?, JAWABANNYA KARENA TERTIMBUN ABU DAN TIDAK BISA LAGI DI DIAMI / DI HUNI, LALU DI TINGGALKAN.
JADI ISTANA BATA DULU MERUPAKAN SEBUAH SITUS SEJARAH PENTING DI DOMPU, YAITU SITUS ISTANA TUA DOMPU (ASI NTOI) YANG LETAKNYA DI SELATAN SORINA’E (SEKARANG KELURAHAN KANDAI SATU KECAMATAN DOMPU) YANG KEMUDIAN DI PINDAHKAN KESEBELAH UTARA SUNGAI. DISINILAH SELANJUTNYA DI DIRIKAN ISTANA BARU (ASI BOU) LETAKNYA DULU DILOKASI MASJID RAYA SEKARANG (MASJID AGUNG BAITURRAHMAN DOMPU).
LETUSAN GUNUNG TAMBORA YANG MEMAKSA INI SEMUA TERJADI. PERPINDAHAN ISTANA LAMA KE ISTANA BARU, PEMERINTAHAN PINDAH DARI SELATAN SUNGAI KESEBELAH UTARA SUNGAI (SORI NA’E). APAKAH INI TIDAK MERUPAKAN SUATU SIMBOL KELAHIRAN BARU PEMERINTAHAN, MESKIPUN SULTAN DOMPU YANG MEMERINTAH SAAT ITU MASIH SULTAN ABDUL RASUL (1808 – 1840).
JADI KITA MELIHAT ADA PERUBAHAN DAN KEBERLANJUTAN. SULTAN INILAH YANG MENDAPAT GELAR ”SULTAN MA NTAU BATA BOU”
YANG KEDUA, DENGAN MELETUSNYA GUNUNG TAMBORA MAKA 3 KERAJAAN SEKITAR TAMBORA LULUH LANTAH YAKNI, KERAJAAN TAMBORA, KERAJAAN PEKAT DAN KERAJAAN SANGGAR YANG MENYISAKAN PENDUDUKNYA TINGGAL 200 ORANG SAJA.
TANAH YANG TIDAK BERPENDUDUK DARI KERAJAAN PEKAT DAN SEBAGIAN KERAJAAN TAMBORA DIKUASAI SULTAN DOMPU UNTUK MEMPERLUAS WILAYAHNYA. JADI DENGAN DUA ALASAN TERSEBUT YAITU, PINDAHNYA ASI NTOI KE ASI BOU SERTA PERLUASAN WILAYAH KESULTANAN DENGAN MASUKNYA KERAJAAN PEKAT DAN TAMBORA, MERUPAKAN DASAR PERTIMBANGAN DEMOGRAFIS – SOSIOLOGIS.
DOMPU, KARENA MALAPETAKA TERSEBUT, DALAM PERJALANAN WAKTU PULUHAN BAHKAN RATUSAN TAHUN, KEMUDIAN DOMPU TERPAKSA MENERIMA IMIGRASI PENDUDUK DARI KERAJAAN SEKITARNYA, KHUSUSNYA DARI WILAYAH KERAJAAN BIMA (MBOJO). TERBENTUKLAH KOMUNITAS-KOMUNITAS BIMA DI DOMPU. ATAS PERSETUJUAN SULTAN DOMPU DAN BIMA DI DATANGKANLAH RAKYAT KOLONISASI (PEMBOJONG) DARI BIMA DENGAN SYARAT BAHWA RAKYAT ITU MENJADI RAKYAT KERAJAAN DOMPU. KARENA ITU BERTAMBAH JUMLAH KAMPUNG DAN JIWA DI DOMPU SEPERTI : KAMPUNG BOLONDURU, BOLO BAKA, MONTA BARU, RASANA’E, BUNCU, DAN LAIN-LAINNYA.
BAGAIMANAPUN JUGA ADA HUKUM SEJARAH, BAHWA SEJARAH ITU ADALAH RANGKAIAN DINAMIS DAN DIALOGIS ANTARA KEBERLANJUTAN DAN PERUBAHAN.
DOMPU NTOI SEBELUM TAMBORA MELETUS DAN DOMPU BOU SETELAH TAMBORA MELETUS ADALAH DOMPU YANG SATU ITU JUGA. YANG JELAS SAAT INI, DOMPU SUDAH MEMPUNYAI LAMBANG JATI DIRI SEBAGAI SEBUAH WILAYAH OTONOMI SEPERTI DAERAH-DAERAH LAINNYA YANG ADA DI INDONESIA.
SETELAH SEKIAN TAHUN MENDAMBAKAN HARI JADINYA, DENGAN SEGALA UPAYA DAN KERJA KERAS DARI SELURUH KOMPONEN MASYARAKAT YANG ADA DI DOMPU, KINI DOMPU TELAH MENEMUKAN JATI DIRINYA YANG SEBENARNYA. DENGAN TELAH DI TETAPKAN HARI JADI DOMPU TANGGAL 11 APRIL 1815 ATAU BERTEPATAN DENGAN 1 JUMADIL AWAL 1230 H, MELALUI PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 18 TANGGAL 19 BULAN JUNI 2004.
DENGAN TELAH DI TETAPKANNYA HARI JADI DOMPU INI DI HARAPKAN AGAR SUPAYA DAPAT LEBIH MEMACU DAN MEMOTIVASI BAGI SELURUH MASYARAKAT DOMPU DALAM MEMBANGUN DAERAHNYA YANG BERMOTTO ”NGGAHI RAWI PAHU” (SATUNYA KATA DENGAN PERBUATAN).(*).
Ditulis dalam Sejarah | Tinggalkan sebuah Komentar »

SITUS PURBAKALA DORO BATA DOMPU
16 September 2009
BENARKAH ADA BANGUNAN CANDI DI BAWAH SITUS DORO BATA ?
Doro Bata (Gunung/bukit batu bata) merupakan gundukan tanah kosong atau sebuah bukit yang terletak di tengah perkampungan warga tepatnya di Kelurahan Kandai I Kec. Dompu. Konon bangunan atau situs tersebut dahulunya pernah menjadi bagian dari sebuah perjalanan kisah tentang kerajaan Dompu. Diduga di dalamnya terdapat candi seperti Borobudur yang tertimbun sewaktu gunung Tambora meletus pada tahun 1845. Sebab, letusan gunung yang dahsyat sepanjang sejarah dunia itu, telah menghancurkan empat kerajaan yakni : kerajaan Pekat, Sanggar dan kerajaan Tambora.
Beberapa ahli arkeologi yang pernah melakukan penelitian di lokasi tersebut menuturkan bahwa, Doro Bata diperkirakan sebagai tempat pertemuan para NCUHI (raja – raja) kecil, selain itu situs tersebut diduga merupakan sebuah bangunan tempat pemujaan. Diatas doro bata Terdapat sumur kecil, konon sumur tersebut dimanfaatkan oleh warga setempat jika tengah musim kemarau. Lebar atau luas puncak doro bata sekitar 100 meter persegi . Doro Bata telah beberapa kali diteliti oleh para arkelog Indonesia dan asing.
Para arkelogi melakukan penggalian sedalam 1,5 meter dari permukaan bukit dengan ukuran empat kali lima. Hasilnya, para arkelog menemukan adanya susunan bata berbentuk candi secara berurutan. Pada tahun 2004 – 2005 pemerintah pusat pernah berniat akan menggali situs kerajaan Dompu di Dora Bata dengan pola kerja sama anggaran, yakni pusat Rp4 milyar dan Pemkab Dompu Rp1 milyar. Tetapi Pemerintah Kabupaten Dompu saat itu mengaku belum siap untuk menyediakan anggaran sebesar itu.
Pada Tahun 2010 Pemerintah Provinsi NTB melalui (Bapeda NTB) berencana akan menjadikan lokasi situs Doro Bata ini sebagai hutan kota. Rencana tersebut dilakukan agar situs Doro Bata tidak hilang dan tetap dipelihara. Saat ini juga Doro Bata mulai ditata, termasuk beberapa peninggalan sejarah di sekitarnya, seperti Candi Sambi Tangga yang berjarak satu kilometer dari doro bata, kali besar Sore Nae, Situs Waru Kali (Komplek makam kuno) dan sebagainya.
Menurut cerita warga setempat, adanya sumur kecil yang berkedalam kurang satu meter diatas doro bata tersebut, yakni bisa mengeluarkan air yang dipercayai oleh masyarakat sekitar memba wa rezeki dan barakah. Dimana, jika masyarakat memiliki hajat dan berdo’a atau melakukan ritual disana, kemudian mengeluarkan air maka pertanda baik.(*).

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/03/membuat-daftar-isi-pada-blog.html#ixzz32ys1P3AT

1 komentar:

  1. Melihat kata " Tambora " tidak bisa tidak hanya dikaitkan dengan kata "TA" dan "MBORA". Tidak ada pilihan kata lain seper-ti kata " lakambore " . Yang benar : LAO KA ḆORE " yang berarti " pergi berombongan ". Jika kata ini menjadi alternatif asal kata " Tambora " harus ada penjelasan bagaimana proses perubahannya sehingga menjadi " Ta-mbora ". Kata " Mbora " adalah ungkapan halus untuk : meninggal, mati, mangkat. Denotatifnya memang berarti : HILANG , MENGHILANG.

    BalasHapus